WELCOME!!!

Selamat Datang Di Dunia Robinisme.......

Minggu, 30 Januari 2011

Sejarah Dan Sumber Perkembangan Tasawuf


A.     Pendahuluan
Manusia, sebagaimana disebutkan ibn khaldun, memiliki panca indera (anggota tubuh), akal pikiran dan hati sanubari. Ketiga potensi ini harus bersih, sehat, berdayaguna dan dapat bekerja sama secara harmonis. Oleh karenannya, islam sebagai rahmat memberikan ilmu fiqih – nutrisi panca indera, ilmu filsafat –nutrisi akal dan ilmu tasawuf –nutrisi hati. Ketigannya harus berjalan secara berimbang agar kehidupan manusia seimbang.
Pada zaman Rasulullah SAW, para sahabat memberikan perahtian yang berbeda pada kehidupan Rasul. Ada yang menaruh perhatian besar pada Al qur an, seperti ibn ‘abbas, Abdullah ibn mas’ud. Ada juga juga yang menaruh perhatian pada hadits, seperti Abu Hurairah, Anas Ibn Malik.  Tetapi ada juga yang menaruh perhatian besar pada kesederhanaan(asketisme), seperti Abu Dzar Al ghifari, Salman Al Farisi. Dari perhatian besar itu, maka disiplin ilmu berkembang secara proposional. Diantarannya adalah ilmu tasawuf yang pada zaman Rasulullah  lebih dikenal dengan ilmu kesederhanaan atau kezuhudan. Sedangkan pelakunya disebut zahid. Belum ada istilah tasawuf pada masa ini.
Setelah Rasulullah wafat, kezuhudan para sahabat –yang menaruh perhatian besar pada hal ini—semakin menggebu dan menjadi. Puncaknya ketika terjadi fitnah kubro antara khalifah Ali bin Abi Thalib dan  Muawiyah yang berakhir dengan berakhirnya khulafa’ al rasyidin dan munculnya dinasti Umayyah.
Kezuhudan para zahidin semakin mengkristal dengan kemewahan dan kehedonisan yang mencoraki Dinasti Umayyah. Hingga asketisme yang menjadi ciri khas zuhud berubah menjadi mistisisme. Dan karena pada era ini banyak ilmu perangkat yang tersusun, maka terbentuk pulalah ilmu yang mendalami asketis-mistisis dalam islam yang kemudian disebut ilmu tasawuf.
Ada sejumlah peristiwa yang berlangsung pada masa itu, yang kessemuanya membuat tasawuf mengemuka:
1.      Kecenderungan mencampur adukkan asketisme dengan kehidupan beragama.
2.      Semakin mantapnya aliran-aliran yurisprudensi eksetorik.
3.      Pernyataan – pernyataan kaum syiah mengenai para imam.
4.      Munculnya filsafat islam.
5.      Meningkatnya formalisme dalam islam.
6.      Tuntutan untuk memastikan bahwa pesan integral dari wahyu dikaitkan dengan tasawuf.
B.     Pembagian Sumber Tasawuf
Ilmu tasawuf dalam perkembangannya mengalami berbagai corak dan warna yang membuat tasawuf semakin kompleks. Corak dan motif ini berasal dari sumber taswuf sendiri yang beragam. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sumber satu-satunya tasawuf adalah al quran dan al hadits. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa tasawuf mengalami kontaminasi dengan kebudayaan kebudayaan sekitar kejayaan islam. Diantaranya unsur kristiani, unsur hindu-budha, unsur Yunani, dan unsur Arab-Persi. Unsur- unsur dari luar islam ini mempengaruhi tasawuf dari segi akademik dan bukan dari segi akidah islamiyah. Karenanya boleh diterima dengan sikap yang kritis dan obyektif. 
a.      Unsur Kristiani
Orang Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan jiwa. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Von Kromyer berpendapat bahwa tasawuf tercampuri unsur kristiani. Selanjutnya Noldicker mengatakan bahwa pakaian wol kasar yang kelak digunakan para sufi sebagai simbol kesederhanaan hidup adalah merupakan pakaian yang biasa dipakai oleh para pendeta. Bahkan Yesus sendiri sangat hobi memakai kain ini. Dan istilah tasawuf diambil dari kata shuufun yang berarti kain wol ini.
Kezuhudan Yesus sendiri sudah sangat terkenal, seperti puasa siang hari dan ibadah sepanjang malam. Sedangkan puasanya siti maryam yaitu puasa dua hari dan tidak puasa sehari. Yesus berkata : “ Beruntunglah kamu orang orang miskin, karena bagi kamulah kerajaan Allah. Beruntunglah kamu orang orang yang lapar, karena kamu akan kenyang”. Selanjutnya adalah sikap tawakkal kepada Allah dalam soal penghidupan terlihat pada peranan syaikh yang mirip pendeta. Juga anyaknya yan mengharamkan dirinya untuk kawin seperti apa yang telah dilakukan oleh para pendeta.
b.      Unsur Hindu – Budha
Antara tasawuf dan sistem kepercayaan agama hindu-budha dapat dilihat adanya sikap fakir. Albirawi mencatat adanya persamaan antara cara ibadah dan mujahadah tasawuf dengan hindu. Juga faham reinkarnasi (perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain), dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah.
Unsur ini sangat menonjol dalam tata cara pelaksanaan tasawuf irfani . seperti Abu Yazid Al Busthami dengan ittihadnya, Al Hallaj dengan Hululnya, dan Ibn Arabi dengan wihdatul wujudnya. Ajran hindu mendorong imatnya agar menyatukan jiwanya dengan Dewa, yang disebut penyatuan Atman dengan Brahmana. Sebagaimana ajaran wihdatul wujud, ittihat, dan hulul yan ada pada tasawuf islam. Sedangkan ajaran Budha mendorong manusia untuk mencapai nirwana, dengan cara meninggalkan kehidupan duniawi. Gold Ziher mengatakan bahwa ada persamaan antara tokoh Sidharta Gautama dengan Ibrahim bn Adham, tokoh sufi.
Tetapi menurut Qomar Kailani pendapat-pendapat ini ekstrem sekali, karena kalau diterima bahwa ajaran tasawuf berasal dari Hindu/Budha berarti pada zaman Nabi Muhammad telah berkembang ajaran Hindu/Budha itu ke Mekkah, padahal sepanjang sejarah belum ada kesimpulan seperti itu.
c.       Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani, yakni filsafatnya telah merambah dunia Islam ketika Dinasti Umayyah dan pucaknya ketikan para khalifah Dinasti Abbasiyah banyak menerjemahkan karya filsafat Yunani kedalam Bahasa Arab. Metode berfikir filsafat Yunani juga mempengaruhi pola berfikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhannya. Hal ini dapat terlihat dari pemikiran Al Farabi, Al Kindi, Ibn Sina, dan Ibn Rusydi terutama dalam uraian mereka tentang filsafat jiwa.
Apabila diperhatikan, memang cara kerja filsafat itu adalah segala sesuatu diukur menurut akal, rasio. Tetapi berbeda dengan Plotinus, murid plato, yang mengusung filsfat Neo Platonisme. Filsafat ini menggambarkan bahwa hakikat yang tertinggi hanya dapat dicapai lewat yang diletakkan Tuhan pada hati setiap hamba setelah hamba itu membersihkan dirinya dari pengaruh materi. Ungkapan Plotinus :”kenalilah dirimu dengan dirimu”  sangat mirip dengan ungkapan populer di kalangan para sufi, “ Siapa yang mengenal Dirinya, maka ia mengenal Tuhannya”.


d.      Unsur Arab – Persi
Sebenarnya hubungan antara Arab dan Persia itu sudah terjalin sejak lama. Seperti hubungan dalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan, dan sastra. Akan tetapi belum ditemukan dalail kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani persia telah masuk tanah Arab. Yang jelas, kehidupan rohani orang Arab masuk Persia melewati para tokoh tasawuf. Namun barangkali ada ada persamaan antara istilah zuhd di Arab dengan zuhd menurut agama Manu dan Mazdaq. Dan hakikat Muhammad menyerupai faham Harmuz (Tuhan kebaikan) dala agama Zarathustra.
C.     Kesimpulan
Dari semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya tasawuf bersumber dari ajaran Islam itu sendiri, mengingat yang dipraktekan Nabi dan para Sahabat. Hal ini dapat dilihat dari azaz-azaznya. Semuanya berlandaskan Al quran dan Assunnah. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa setelah tasawuf itu berkembang menjadi pemikiran, dia mendapat pengaruh dari filsafat Yunani, budaya Hindu-Budha, budaya Persia, dan lain lain. Dan hal ini tidak terjadi pada bidang tasawuf saja, melainkan dalam bidang- bidang yang lain dalam Islam.
 
       
Daftar Pustaka
·        Mahjuddin.2010. Akhlaq Tasawuf II. Jakarta: Kalam Mulia.
·        Nata, Abudin. 2009. Akhlak Tasawuf . Jakarta: Rajawali Press.

Jumat, 28 Januari 2011

Budaya Merokok Di Lingkungan Pesantren

Budaya Merokok Di Lingkungan Pesantren

Budaya adalah suatu bahasan sosial yang tidak ada habisnya. Pasalnya, budaya selalu berubah dan berbeda, baik antar tempat maupun antar generasi. Bahkan budaya memiliki dua nilai sekaligus: positif dan negatif. Diantara budaya yang menarik untuk dikaji adalah budaya merokok di lingkungan pesantren.
Berbicara tentang pesantren, tidak bisa terlepas dari segala perangkat yang ada di dalamnya. Diantara perangkat-perangkat dalam pesantren adalah kiyai, pengurus, dan santri. Dimana kiyai sebagai pemegang otoritas penuh terhadap segala produk hukum dan peraturan- peraturan yang ada. Yang kemudian produk hukum dan peraturan - peraturan tersebut dibantu penerapannya dan ditegakkan oleh pengurus pesantren sebagai pembantu kiyai sekaligus penegak hukum. Dengan para santri sebagai subjek hukum.
Diantara hukum atau peraturan yang dikumandangkan dalam pesantren adalah kewajiban berakhlak mulia. Sebagaimana misi utama nabi terakhir. Bahkan akhlaq mulia menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar bagi jebolan pesantren. Karena akhlaq mulia seharusnya menjadi makanan dan pakaian sehari hari mereka. Akhlaq mulia menjadi semacam trademark yang melekat pada alumni pesantren. Tidak dikatakan alumni yang benar benar alumni bila akhlaq mulia belum melekat pada dirinya.
Tetapi, di lain sisi ada kebiasaan yang sudah tak asing lagi bagi kaum bersarung : merokok. Sudah menjadi  hal yang lumrah bagi penghuni pesantren kebal-kenul disana-sini. Sehabis makan menjadi saat menyalakan udut. Asap putih pun diyakini sebagai penstimulus ide-ide cemerlang. Tak ayal rokok tak bisa terlepas dari kaum bersarung dan berpeci ini.
Hal ini sangat bertolak belakang dari trademark mereka, akhlaq mulia, yang terlanjur menjadi harga mati. Di satu sisi mereka harus bersikap dan berakhlaq yang mulia. Baik terhadap lingkungan, masyarakat sekitar , bahkan terhadap dirinya sendiri. Tetapi di sisi lain rokok terlanjur menjadi suatu keharusan yang tak bisa dihilangkan. Kecanduan yang sulit diobati. Mulai dari tingkat kiyai,pengurus, bahkan kalangan santri. Hampir semua lini kecanduan budaya yang hukumnya masih kontroversial di kalangan mereka ini. Padahal jelas-jelas dunia medis telah banyak berbicara akan bahayanya budaya ini.Dan tidak semua orang suka asap rokok. Dengan menciptakan suasana dan lingkungan yang tidak nyaman bagi sesama, seakan merampas hak dari saudara kita sendiri.  Tetapi bukan santri kalau cepat percaya dan mengindahkan apa kata dunia medis.
Setelah bertahun-tahun lamanya, akhirnya ada juga pengasuh pondok pesantren yang mulai sadar akan bahaya budaya ini. Disamping menghambur-hamburkan dana dan masa, kesehatan santri juga menjadi korban. Langkah awal pun dikeluarkan, larangan merokok didalam pesantren. Meski tahapan larangan dimulai dari hal yang kecil, tetapi langkah awal ini berkembang dan menjamur begitu pesat. Pesantren-pesantren lain pun mulai tergerak mengikuti jejak langkah pelarangan rokok dalam pesantren. Ada yang membatasi para santri dari degi tempat, seperti pengadaan smoking area. Bila ketahuan merokok tidak pada tempatnya, sanksi pun tak sangsi untuk dikeluarkan. Ada juga yang membatasi daei sisi waktu, dengan diberlakunya smoking time. Bila kepergok merokok tidak pada waktunya, maka sanksi berbicara. Bahkan ada juga yang membatasi para santri dari batasan usia, dengan diedarkannya SIM (Surat Izin Merokok). Dan seperti pembatasan yang lain, bila kepergok anak dibawah usia merokok, maka sanksi pun mengganjar mereka. Semua ini diberlakukan demi meminimalisir para perokok aktif di lingkungan santri serta para perokok yang dianggap tidak pantas merokok—dibawah umur.
Sanksi dan ‘iqob bagi para pelanggar peraturan merokok pun secara beragam dikeluarkan. Mulai dari digundul, disiram air comberan, disuruh merokok dengan mulut penuh rokok dan tangan terikat di depan para santri, hingga drop out menjadi jalan terakhir. Tetapi santri tetaplah santri dan sanksi tetaplah sanksi. Semboyan mereka, dan mungkin semua remaja nakal, “peraturan ada untuk dilanggar”. Akhirnya, cara sembunyi-sembunyi pun ditempuh. Kamar mandi dan WC yang jelas jelas berbau tak sedap menjadi tempat asyik berasyuk masyuk dengan “asap putih”. Bila acara sembunyi sembunyi kurang berhasil, keluar pondok pada jam efektif pun menjadi alternatif. Semua hal akan dilakukan para smoker sarungan demi tersalurkannya hasrat mereka.
Terlepas dari itu semua, pastilah suatu kebudayaan bermula dari suatu kebiasaan. Dan tak ada kebiasaan tanpa adanya eksperimen (coba-coba). Dalam hal ini, santri berperan sebagai remaja takkan bisa terlewatkan. Sedangkan penasaran dan selalu ingin tahu tak bisa terlepaskan dari remaja. Rasa ini begitu dominan dan intens hingga membuat santri yang sedang remaja ini menabrak semua nilai, norma, hukum, dan peraturan demi terbayarnya rasa penasaran.
Sayang, rasa penasaran itu bisa salah tempat. Sangat beruntung santri remaja yang bisa mengendalikan rasa penasarannya pada hal keilmuan. Sehingga keilmuannya bisa mendalam dan meluas.  Tetapi sangat disayangkan bila rasa penasaran tersebut terslurkan pada hal-hal yang kurang positif, bahkan negatif. Seperti  merokok, bermula dari rasa penasaran, ketagihan ,kecanduan hingga kebiasaan dan membudaya serta mendarah daging. Dalam hal ini kecerdasan remaja diuji. Seberapa besar ia bisa menetukan pilihan dan sikap dalam menyalurkan rasa penasarannya. 
Disamping rasa penasaran, ada faktor lain yang mendorong budaya ini tetap subur : lingkungan dan keadaan yang terlanjur. Dalam pesantren terdapat unsur senioritas yan sudah mengakar. Dimana santri junior terbiasa mengekor dan patuh pada senior. Perkataan dan perilaku para senior selalu ingin ditiru dan ditiru. Hingga para senior menjadi public figure yang selalu disoroti gerak geriknya. Diantara para senior ada yang menjabat sebagai pengurus pesantren atau ustadz dan ada juga yang hanya berstatus sebagai santri  karena kapabilitas yang yang belum mumouni di mata kiyai.
Dari para senior inilah keniasaan merokok di lingkungan pesantren menjadi latah. Para senior, baik yang masih terikat peraturan (santri) atau yang telah terbebas dari ikatan peraturan (pengurus /ustadz), masih banyak yang dengan enaknya merokok di hadapan para santri. Hal ini membuat peraturan pelarangan rokok menjadi lemah. Di satu sisi para ada senior yang menghukum santri merokok di pesantren, tetapi di sisi lain, ada juga senior merokok tidak diapa- apakan. Dan tidak bisa dipungkiri, para santri menjadi tergiur dan kepingin melakukan apa yang mereka lihat dari para senior.
Mungkin ada beberapa senior yang telah menjadi pengurus / ustadz beralasan agar para santri termotivasi belajar lebih giat hingga dipiih kiyai menjadi ustadz/pengurus dan akhirnya terbebas dari peraturan. Tetapi realitas berkata beda, para santri malah kepingin meniru seniornya. Memang ada juga santri yang termotivasi untuk belajar giat demi terbebas dari segala peraturan. Tetapi kelompok ini sangat minim. Kebanyakan dari mereka malah menabrak segala peraturan demi mencontoh seniornya. Percontohan yang mal praktek ini membuat rokok tetap berjaya meski ada peraturan yang melarangnya.
Alasan lain para smoker sarungan tetap keukeuh  merokok di pesantren adalah sebagai penyemangat kegiatan belajar. Mengingat materi hafalan yang berat dan jam kegiatan yang padat, rokok dijadikan refresher akal dan pikiran. Memang ada beberapa santri yang berhasil dengan alasan ini, tetapi tidak sedikit yang gagal karena waktu yang selalu tersita gara gara rokok.
Solusi
Memang rokok tidak bisa terhapus seratus persen lingkungan pesanten. Tetapi paling tidak peraturan pelarangan rokok bisa meminimalisir intensitas merokok dam kuantitas perokok aktif di lingkungan pesantren. Ketika peraturan terlecehkan dan terendahkan, pasti ada something wrong yang terjadi di daerah hukum pesantren.
Seperti yang telah dituturkan di atas bahwa para senior memegang kendali para santri karena mereka bak artis yan selalu disoroti dan ditiru. Maka tingkah laku mereka selayaknya dijaga agar tidak berdampak neatif. Teori ibda’ bi nafsik dalam uswatun hasanah haruslah diterapkan dengan baik. Bagi mereka para senior yang menjabat sebagi pengurus pun begitu. Bukan berarti bebas hukum, mereka bebas berlaku apa saja. Kalaupun kebelet ingin merokok, seharusnya dilampaskan di tempat yang tidak terjangkau oleh santri.
Disamping itu, peraturan atau hukum haruslah diterapkan engan tegas. Tidak memihak, tidak memilah dan memilih dalam memberikan sanksi. Sanksi haruslah bersifat menjerakan dan berimplikasi pada yang lain. Sehingga santri merasa takut untuk menco-coba menyedot dan mengebulakan “asap putih”. Hingga akhirnya budaya yang masih dinilai abu-abu ini bisa terminimalisir dan mendapatkan label ilegal di lingkungan pesantren.  
        

Selasa, 11 Januari 2011

jurus zionis

zionis adalah salah satu sekte yang mengakar dari  yahudi. Sekte yang mula mula muncul dari para kesatria templar penjaga gereja sion, sebuah gereja di sekitar gunung sion. Mereka yang awalnya yahudi taat mencoba merealisasikan cita cita ras tertinggi ini. yakni menguasai dunia dan merombaknya menjadi tatanan  baru dengan solomon temple sebagai pusatnya. dengan modal iman dan IQ  yang kuat inilah mereka ulai melancarkan beberapa serangan.

Dimulai dengan tatanan BANK riba pertama di dunia. Mereka mendirikan tempat penyimpanan uang berbasis riba di sekitar makam yesus.Merauk banyak keuntungan dari para peziarah yesus. kemudian mereka mulai dari sisi kegelapan mereka dan mulai merambah dunia internasional. Dengan formla 3F. Fun,Food,Fashion. dan celakanya,formula mereka berhasil dengan cepat.

Fun, hiburan. Dengan memoles semua hiburan menjadi semacam makanan pokok bagi manusia. Dunia entertain pun dengan mudah mereka kuasai. Bisa kita lihat dari kualitas hiburan televisi yang mendominasi di dunia, termasuk negara kita, sangat tidak layak dikonsumsi. dan celakanya, kitaturut andil menggandrungi hal ini. seperti sinetron yang melulu cerita cinta, game game yang dengan sedikit kerja banyak hadiah, dan lain sebagainya. Memang tak terasa, tapi generasi kita mulai digiring untuk mengikuti keinginan mereka. Para remaj mulai tidak lagi menggunakan potensi kritisnya,tetapi lebih tertarik memperjuangkan cinta. Para pengangguran mulai berangan angan untuk ikut kuis dengan harapan dapat hadiah seperti yang di tv. Dan masih banyak lagi dampak negatif dari hiburan tak berbobot ini.

Food, makanan. Banyak sekali fod court yang sudah mereka kuasai. Seperti halnya danone, McD,nestle danmasih banyak lagi. Celakanya, seluruh produk mereka telah menjadi unggulan di dunia ini. Tidak dapat dipungkiri, dari kita sendiri pun masih sangat tergantung dengan produk mereka. "tidak mau makan kalau ngga McD". " ngg mau ngopi kalo ngga starbuck" dan masih banyak lagi ungkapan pra pecandu yangmulai terjangkiti virus hedonis.

Fashion, juga turut ambil alih. Trend yang laris adalah apa yang mereka tentukan. dan tak sedikit dari kita yang menjadi budak fashion demi label "ANAK GAUL"...

Memang, tidak semua dari tiga hal itu yang berdampak negatif. Tapi sekali lagi, teori dua mata pisau kembali digunakan. tiga hal tersebut mempunyai sisi positif dan negatif bagi kita. terserah kita, apakah bisa menggunakan nya menjadi lebih berarti, ataukah malah menjadi budaknya. jawaban ada pada masing masing diri.